YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Meskipun pernah menjadi pusat kerajaan Mataram Islam, wilayah Kotagede, DI Yogyakarta terus mengalami degradasi budaya. Beberapa kesenian tradisional hingga makanan khas pun semakin menghilang. Warga berupaya secara mandiri untuk menghidupkan kembali budaya yang mulai luntur.
Ketua Pusat Informasi dan Pengendali Living Museum Budaya Kotagede Erwito Wibowo mengatakakan, beberapa seni tradisional seperti tari Dadung Awuk telah menghilang sejak era tahun 1940-an. Makanan tradisional kembang waru juga sudah tidak lagi dikenal oleh masyarakat.
Menurut Erwito, pudarnya budaya asli Kotagede terutama karena pengaruh modernisasi. Sebagian masyarakat juga salah dalam menerjemahkan ajaran agama, sehingga cenderung menyingkirkan budaya tradisional. "Penguatan gerakan sosial kegamaan seharusnya tidak menghilangkan budaya tradisi," kata Erwito, Kamis (5/8/2010).
Kesenian tradisional ketoprak Kotagede yang pernah jaya di Kotagede pun kini tak lagi terdengar gaungnya. Yayasan Pusat Studi, Dokumentasi, dan Pengembangan Budaya Kotagede turut mendongkrak bangkitnya budaya tradisional dengan rutin memberikan penghargaan bagi seniman tua berdedikasi seperti seniman wayang kulit, seniman macapat, seniman srindil, dan seniman keroncong di Kotagede.
Pusat Informasi dan Pengendali Living Museum Budaya Kotagede berupaya melestarikan budaya dengan terus mendata potensi kesenian tradisional dan menggelar beragam festival. Kali ini, Living Museum Budaya Kotagede menggelar festival keroncong di tengah Kampung Dolahan yang diikuti 12 grup orkes keroncong.
Seniman keroncong Heru Sunarto mengaku prihatin karena kesenian keroncong pun mulai menghilang dari Kotagede. Padahal Kotagede pernah menjadi gudang seniman keroncong. Festival keroncong di tengah kampung ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kantong k omunitas orkes keroncong lain agar keroncong tetap terpelihara dan bisa diwariskan kepada generasi muda.
Festival keroncong yang digelar selama tiga hari ini tak hanya memberikan suguhan lagu, tetapi diawali dengan w orkshop teknik olah vokal bersama mantan juara nasional penyanyi keroncong Subarjo HS. Menurut Subarjo, penyanyi keroncong tidak bisa dilahirkan secara instan, tetapi membutuhkan proses pembelajaran yang panjang. "Kami takut jika keroncong hilang," tambah Subarjo.
Sebelumnya, Kotagede juga memiliki Living Museum Kerajinan untuk pelestarian kerajinan perak tradisional khas Kotagede. Namun, Living Museum Kerajinan perak ini tak lagi aktif berkegiatan sejak gempa tahun 2006.
Sumber: www.kompas.com
Menurut Erwito, pudarnya budaya asli Kotagede terutama karena pengaruh modernisasi. Sebagian masyarakat juga salah dalam menerjemahkan ajaran agama, sehingga cenderung menyingkirkan budaya tradisional. "Penguatan gerakan sosial kegamaan seharusnya tidak menghilangkan budaya tradisi," kata Erwito, Kamis (5/8/2010).
Kesenian tradisional ketoprak Kotagede yang pernah jaya di Kotagede pun kini tak lagi terdengar gaungnya. Yayasan Pusat Studi, Dokumentasi, dan Pengembangan Budaya Kotagede turut mendongkrak bangkitnya budaya tradisional dengan rutin memberikan penghargaan bagi seniman tua berdedikasi seperti seniman wayang kulit, seniman macapat, seniman srindil, dan seniman keroncong di Kotagede.
Pusat Informasi dan Pengendali Living Museum Budaya Kotagede berupaya melestarikan budaya dengan terus mendata potensi kesenian tradisional dan menggelar beragam festival. Kali ini, Living Museum Budaya Kotagede menggelar festival keroncong di tengah Kampung Dolahan yang diikuti 12 grup orkes keroncong.
Seniman keroncong Heru Sunarto mengaku prihatin karena kesenian keroncong pun mulai menghilang dari Kotagede. Padahal Kotagede pernah menjadi gudang seniman keroncong. Festival keroncong di tengah kampung ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kantong k omunitas orkes keroncong lain agar keroncong tetap terpelihara dan bisa diwariskan kepada generasi muda.
Festival keroncong yang digelar selama tiga hari ini tak hanya memberikan suguhan lagu, tetapi diawali dengan w orkshop teknik olah vokal bersama mantan juara nasional penyanyi keroncong Subarjo HS. Menurut Subarjo, penyanyi keroncong tidak bisa dilahirkan secara instan, tetapi membutuhkan proses pembelajaran yang panjang. "Kami takut jika keroncong hilang," tambah Subarjo.
Sebelumnya, Kotagede juga memiliki Living Museum Kerajinan untuk pelestarian kerajinan perak tradisional khas Kotagede. Namun, Living Museum Kerajinan perak ini tak lagi aktif berkegiatan sejak gempa tahun 2006.
Sumber: www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar