Kamis, 29 Desember 2011

Joglo Tak Termakan Jaman

Semakin berkembangnya waktu, semakin bertambah pula bentuk hunian, mulai dari minimalis sampai penganut Europian. Namun, kelemahan dari setiap style rumah dengan gaya padu-padan baru, seturut dengan waktu tetap saja lama kelamaan akan kelihatan menjadi biasa bahkan terlihat ketinggalan jaman. Ini yang membuat para peminat property wajib untuk mengikuti perkembangan dan rajin merenovasi tambal sana tambal sini. Supaya hunian bisa kelihatan tetap layak dan terlihat selalu istimewa. Bagaimanapun juga rumah adalah prestis bagi penghuninya.

Berbeda halnya dengan rumah Joglo. Kunonya Joglo membawa daya tarik tersendiri, dari nilai heritage dan kelangkaannya, membuat harga jenis rumah set-up budaya ini semakin lama semakin melambung tinggi.
Jangan pernah berpikir, bahwa rumah budaya itu murah. Untuk membuat Joglo sederhana ukuran 10x10 saja, sedikitnya kita harus merogoh kocek 150juta. Ini bukan main-main, karena memang begitulah harga satu buah rumah Joglo.

”Sudah bukan rahasia lagi kalau harga joglo sangat mahal, itu kenapa banyak terjadi bedol joglo. Selain karena mahal, joglo juga membawa kesan wibawa dan prestis untuk pemiliknya,” kata Ambar Tjahyono, Ketua Asmindo Pusat.

Ambar menambahkan, dari jamannya, rumah joglo hanya dimiliki oleh orang orang kaya saja. Jaman dahulu, kata Ambar, belum menjadi lurah, jika belum memiliki rumah Joglo. Bahkan sampai hari ini, yang namanya pejabat pejabat tinggi dari Jawa masih banyak yang berburu Joglo. ”Bahkan Megawati sekalipun rumahnya juga ada Joglonya,” kata pengusaha furniture yang juga sering di panggil Ambar Polah ini.

Joglo juga dipercaya bisa membawa hoki bagi pemiliknya. Itu kenapa, tidak bisa asal-asalan ketika seseorang hendak membuat Joglo, membedol Joglo atau bahkan merombaknya. “Bisa kena tuahnya, kalau asal asalan membongkar rumah Joglo tanpa permisi, karena dipercaya di setiap rumah Joglo pasti ada penunggunya” katanya.

Sedikit berbau mistik memang. Tapi begitulah adanya. Ambar bahkan pernah mengalami kisah mistik ini kala hendak membeli rumah Joglo di bilangan Kudus, beberepa waktu silam.

Saat itu, 15 tukang bangunannya diberi mimpi yang sama, untuk menggelar syukuran sebelum membongkar rumah Joglo yang hendak dibeli. ”Percaya nggak percaya, akhirnya kita slametan dulu sebelum membongkarnya,” jelasnya.

Bagi peminat rumah Joglo pastinya bisa membedakan, antara rumah kampung, rumah Joglo maupun Joglo Limasan dan Lima-an itu sendiri. Keempatnya hampir terlihat sama bagi orang awam. Namun kenyataannya sangat berbeda. Dari struktur dan atapnya, kita bisa membedakan antara keempat tipe rumah tersebut.

“Kalau limasan itu yang atapnya tinggi dan meruncing keatas, sedang Joglo atapnya pendek,” katanya Ambar menambahkan, rumah Joglo dengan Pendopo hampir sama bentuknya. Namun berbeda fungsi. Istilah pendopo dipakai untuk Joglo yang difungsikan untuk menerima tamu, sedangkan rumah Joglo adalah rumah utama.

Sedangkan yang membedakan rumah joglo dengan limasan, bisa dilihat dari sokohnya. Tiang yang menjadi tumpuan kekuatan dan berdiri ditengah berbentuk segi empat itulah yang menjadikan Joglo terlihat istimewanya. “Joglo sendiri adalah jawaban dari rumah tahan gempa, karena rumah Joglo itu adalah rumah yang tanpa pondasi, hanya menempel diatas tanah, kemudian diantara strukturnya tidak ada yang memakai paku, semuanya cokotan, saling menggigit. Jadi kalau ada goyangan, Joglo hanya akan goyang mengikuti goyangan tanah”jelasnya.

Sayangnya, masih banyak orang yang kurang merawat Joglo sebagai tempat tinggal. Serangan serangga, macam rayap, sempat membuat rumah Joglo kurang kokoh. Tapi itu dulu, sekarang tak banyak masalah. ”Bisa dilakukan bumigasi di tanahnya” ujarnya.

Etnik Tapi Menarik

Rumah dengan gaya Joglo tetap mampu berjuang ditengah maraknya gaya rumah dengan ragam kapsul sekalipun. Joglo tidak akan pernah terlihat biasa. Karena nilai heritage dan keunikan dari bentuknya, Joglo menjadi buruan orang berduit.

Saat ini, Jenis Joglo yang paling diminati masyarakat domestik adalah jenis Joglo kudusan. Karena seni ukirannya yang ramai dan rumit. Sedang Joglo Yogya lebih diminati konsumen mancanegara, karena simple, ukirannya hanya ditempat tempat tertentu. ”Kayu Joglo Yogya lebih kokoh,” tandas Ambar

Menurut laki laki peminat Joglo ini, setiap daerah memiliki cirikhas Joglo sendiri sendiri. Dari Joglo Jawa Timuran sampai Joglo Solo yang banyak mendapat pengaruh dari kolonial, terlihat dari corak warnanya “Kalau Joglo Kudusan merupakan pencampuran dari budaya Islam, Hindu dan Cina” katanya.

Hingga saat ini rumah beratap Joglo menjadi rumah tradisional yang masih dipertahankan. Bentuk bangunan ini biasanya menjadi atap pendopo yang berada di bagian depan sendiri. Gaya Rumah di Jogja pada umumnya terdiri dari beberapa bagian.

“Hal ini menandakan bahwa orang Jawa selalu memfilter segala sesuatu yang masuk, tidak asal menerima segala sesuatu yang masuk, “ ujar M. Natsir, Ketua Yayasan Kantil dan Kotagede Herritage District Area.

Di Yogyakarta, Joglo banyak di temui di Kotagede. Bagi masyarakat Kotagede, rumah tempat tinggal adalah suatu keseimbangan. Sehingga antara ruang satu dengan yang lain saling berkesinambungan. Bentuk rumah hingga atap juga mempunyai makna tersendiri. Untuk atap Joglo di Kotagede juga berbeda dengan di kota lain seperti Solo. Atap Joglo yang ada di Yogya memang sedikit lebih rendah dari yang ada di Solo. Hal ini ingin menunjukkan bahwa rumah di Yogya menonjolkan kesederhanaan, tidak modis, cenderung bergaya kalem.

Meski hanya berbentuk bangunan, namun kita bisa mengamati bagaimana arsitektur zaman dulu juga sangat memperhatikan beberapa hal. Selain mengolah seni konstruksi rumah, namun juga mampu merefleksikan nilai dan norma masyarakat pendukungnya.

Masyarakat Kotagede hingga saat ini masih sangat memperhatikan norma. Meski terdengar jarang di era modern ini, namun mereka sangat menghargai leluhur mereka yang sudah menurunkan tradisi, norma yang bisa bertahan hingga saat ini. Demikian juga terdapat dalam bangunan yang masih dipertahankan hingga kini tanpa merubah bentuk aslinya.

Arsitektur bangunan Joglo di Kotagede kebanyakan menggunakan kayu jati kualitas nomor satu. Ini menandakan rumah Joglo di Kotagede sudah teruji kualitasnya, yang bisa bertahan meski terguncang gempa. Namun demikian ada beberapa bangunan yang roboh dikarenakan usianya yang sudah ratusan tahun. Ataupun pasak penyangga sudah hilang di beberapa bagian sehingga tidak kuat.

Mulai Langka


Sayangnya Joglo tidak lagi marak ditemui dikota ini. Bukan karena ketidaktertarikan, tapi rumah dengan Joglo memang memerlukan lahan yang luas. Ini berarti memerlukan dana yang tidak sedikit. Selain itu perawatan untuk rumah joglo tidak semudah yang dibayangkan. Harus memaintance dengan tepat, jika tidak maka rayap akan menjadi musuh utama anda

Menurut data, rumah Joglo di Yogyakarta semakin banyak yang hancur dan diburu oleh peminat furniture. Saat ini di Kotagede yang konon sekitar tahun 1985 masih terdata sekitar 170-an, tahun 2005 tinggal sekitar 105. Dan gempa 2006 kemarin menyebabkan 25 Joglo ambruk dan sisanya rusak berat.

Ada juga yang dijual, dan dilepas sekitar harga 70juta. Kotagede merupakan warisan budaya dari kerajaan Islam Pertama abad-16. Ditempat ini, masih banyak bangunan peninggalan budaya lama. Dan perlu mendapat perhatian untuk dapat dilestarikannya.

Keberadaan joglo yang rusak ini kini juga semakin memprihatinkan. Rumah tradisional khas Jawa yang terdiri dari bagian pendapa, dalem, dan gandok ini kalau tidak rusak, ya sudah berpindah tangan alias dijual. Joglo bisa dijual dan lantas berpindah tempat, bahkan hingga ke luar negeri.

Memperbaiki Joglo yang rusak, jelas membutuhkan biaya yang tak sedikit. Selain kayu yang dipakai harus berkualitas tentu juga perlu penanganan ahli untuk mempertahankan keasliannya. Pembiayaan untuk memperbaiki Joglo, memang mahal, maka tak heran jika banyak masyarakat setempat yang menjual Joglo. Selain karena nilai jual tinggi, orang jaman sekarang cederung ingin memiliki rumah yang modern.”Tercatat, ada sebanyak 21 joglo dijual,” ujar Natsir.

Dengan kondisi seperti ini, harusnya pemerintah cepat turun tangan. Setidaknya, ada sebuah aturan untuk tak lagi menjual rumah Joglo untuk dibedol dan dipindah ke lain daerah. Masyarakat ingin ada semacam aturan agar rumah langka mereka segera dijadikan cagar budaya.

Mereka juga menginginkan agar pajak tanahnya diberi keringanan. Hal ini dikarenakan kondisi tanah mereka yang memiliki rumah pendopo Joglo biasanya mempunyai tanah besar,

“Kita itu serba bingung, kalau Joglo dijual juga pemerintah protes, tapi pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap bangunan Joglo itu sendiri, la wong pajaknya aja mahal, sedangkan kondisi ekonomi kita memprihatinkan”, tandas Natsir ditemui di Omah Lorring pasar Kotagede.

Mereka sangat berharap pemerintah memperhatikan rumah – rumah tradisonal agar ketika wisatawan mengunjungi kotagede mereka masih bisa menikmati cagar budaya peninggalan sejarah jaman dahulu. Agar kelak, generasi mendatang tak lupa rumah nenek moyangnya. (Erita, Lisa, Fian)

Sumber: www.rumahjogja.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar