Selasa, 24 Maret 2020

Kerajinan Perak Kotagede


Kerajinan perak Kotagede bermula dari kebiasaan para abdi dalem kriya Kotagede membuat barang-barang keperluan Kraton untuk memenuhi kebutuhan akan perhiasan atau perlengkapan lainnya bagi Raja dan Kraton serta kerabat-kerabatnya. Lokasi perajin perak ada di hampir setiap sudut Kotagede dari pasar kotagede hingga Masjid Agung dan bekas Istana Mataram Islam. Dan hampir sepanjang jalan Kotagede terdapat puluhan toko, perajin maupun koperasi kerajinan perak. Jika saja keraton Yogyakarta pada saat itu terutama pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII beliau tidak menaruh minat pada hasil-hasil kerajinan logam perak di Kotagede, mungkin keadaan Kotagede tidak akan setenar seperti sekarang ini, yang sangat masyur dengan kerajinan peraknya.

Perak berasal dari kata bahasa latin "Argentum", logam ini biasanya digunakan untuk membuat uang logam, perhiasan, sendok, atau menurut kabar dapat digunakan juga untuk mebuat bantalan mesin pesawat terbang. Kotagede adalah sentra kerajinan perak yang sudah terkenal sejak jaman dulu. Menurut catatan Djoko Soekiman, sudah sejak abad ke-16 (masa kerajaan Mataram Islam), Kotagede muncul sebagai pusat perdagangan yang cukup maju; hal ini ditandai dengan sebutan lain untuk kotagede, yaitu Sar Gede atau Pasar Gede yang dapat diartikan sebagai ‘pasar besar’ (pusat perdagangan yang besar). Nama-nama daerah di sekitar Kotagede pun sering dikaitkan dengan nama-nama yang terkait dengan sebuah kerajinan, sebagai contoh nama daerah Samakan, ini diambil dengan makna sebagai tempat tinggal para pengrajin kulit kala itu, kemudian ada nama Sayangan, yaitu sebagai tinggal para pengrajin barang dari bahan tembaga dan perunggu), Batikan (tempat tinggal para pengrajin batik), dan Pandean (tempat tinggal para pengrajin besi).


Kerajinan perak di Kotagede muncul bersamaan dengan berdirinya Kotagede sebagai ibu kota Mataram Islam pada abad ke-16. Ada bukti yang menunjukkan bahwa seni kerajinan perak, emas, dan logam pada umumnya telah dikenal sejak abad ke-9 (zaman Mataram Kuna/Hindu) dengan diketemukannya prasasti di Jawa Tengah yang di dalamnya termuat istilah pande emas, pande perak, pande wesi, dan sebagainya. Perkembangan perusahaan perak Kotagede mengalami masa keemasan antara tahun 1930—1940-an dengan munculnya perusahan-perusahaan baru, peningkatan kualitas, dan diciptakannya berbagai motif baru.

Industri perak mulai berkembang dan merambah pasaran dunia ketika Kotagede kedatangan seorang pedagang bangsa Belanda yang memesan barang-barang keperluan rumah tangga Eropa dengan bahan perak. Barang-barang tersebut berupa tempat lilin, perabotan makan minum, piala, asbak, tempat serbet, dan perhiasan dengan gaya Eropa ber motif khas Yogyakarta didominasi bentuk daun-daun, bunga, dan lung (sulur). Ternyata pesanan itu diminati orang-orang Eropa. Sejak saat itu berbagai order berdatangan dengan jumlah yang terus melambung. Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas, pemerintah Hindia Belanda mendirikan satu lembaga khusus, yaitu Stichting Beverdering van het Yogyakarta Kenst Ambacht (disebut juga Pakaryan Ngayogyakarta). Lembaga ini memberikan pelatihan tentang teknik pembuatan kerajinan perak dan pengembangan akses pasar. Kegiatannya antara lain mengikuti Pekan Raya di Jepang tahun 1937 dan di Amerika tahun 1938.


Pertumbuhan perusahaan pengrajin perak diawali dengan adanya pakaryan perak, istilah ini dimaksudkan sebagai usaha membuat barang-barang seni dari perak. Pada awalnya, semua barang tersebut dibuat tidak untuk diperdagangkan, hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, namun karena usaha kerajina itu mengalami perkembangan yang pesat terutama dengan adanya organisasi dan spesialisasi berupa perusahaan perak, maka kerajina perak selanjutnya dijadikan sebagai komoditas perdagangan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Meskipun begitu, perak Kotagede masih dikerjakan dengan cara yang sama, yaitu sebagai suatu bentuk kerajinan yang menuntut keterampilan tangan.

Setelah mengalami pasang surut, industri perak Kotagede tetap tak lapuk oleh hujan tak lekang oleh panas. Saat ini, memasuki wilayah Kotagede berarti kita siap disergap puluhan art shop perak yang terserak di kanan-kiri jalan. Di Kotagede, wisatawan tidak sekedar dapat memilih dan membeli souvenir, tetapi bisa menyaksikan proses pembuatannya. Proses produksinya diawali dengan peleburan perak murni berbentuk kristal, dicampur dengan tembaga. Kadar perak standar adalah 92,5%. Perak yang dilebur dan berbentuk cair dicetak untuk mendapatkan bentuk yang mendekati bentuk yang diinginkan, misalnya bakalan bentuk teko atau bakalan bentuk cincin. Proses kedua ini disebut singen atau disingekake (dicetak). Proses berikutnya ialah mengondel, yaitu memukul-mukul hasil cetakan untuk mendapatkan bentuk yang sesuai. Proses mengondel memerlukan tingkat ketrampilan tersendiri. Sesudah memiliki bentuk yang bagus kemudian diukir guna mendapatkan motif yang diinginkan. Proses ini memerlukan tingkat keahlian sangat tinggi. Setelah diukir baru dirakit, misalnya teko dipasangi gagang berbentuk belalai. Proses terakhir ialah finishing, yaitu membuat barang menjadi mengkilap dan menampakkan pamornya. Standar kualitas barang perak ialah 92,5%, jika kurang belum layak disebut silver. Standar baku ini ditetapkan untuk menjamin kualitas produk. Sedangkan harga ditentukan oleh kadar perak tiap gramnya dan tingkat kesulitan pembuatan.

Namun begitu, pada masa akhir-akhir tahun ini, kerajinan perak Kotagede dirasakan mengalami penurunan lagi, terjadi kelesuan diantara para pembeli dan para pengrajin perak di Kotagede. Kerajinan perak yang mulanya dikerjakan sendiri oleh pengrajin Kotagede, ada beberapa persen yang malah dikerjakan diluar daerah karena minimnya regenerasi pengrajin di tingkat lokal. Sangat disayangkan memang, kejadian ini sekarang masih diperbincangkan diantara tokoh-tokoh masyarakat Kotagede, yang tentu saja mereka memikirkan langkah kedepan bagaimana supaya kerajinan hasil warisan selama ratusan tahun ini dapat bergairah kembali

Bagi Anda yang menginginkan mengetahui kadar kemurnian perak, dipersilahkan mampir ke Balai Besar Perindustrian di Jalan Kusumanegara. Jika Anda masih awam dengan perak, dapat memulai kunjungan ke art shop KP3Y (Koperasi Produksi Pengusaha Perak Yogyakarta) di kawasan Mondorakan. Di sini kita bisa mendapatkan informasi tentang standar mutu dan harga perak. Kemudian penjelajahan bisa dilanjutkan ke berbagai art shop di seluruh penjuru Kotagede sambil menikmati suasana khas sebuah kota tua nan eksotis.

Diolah dari berbagai sumber.

6 komentar:

  1. Maaf, bisa tolong dituliskan sumber-sumber lengkapnya? Buku, artikel, jurnal, surat kabar, d.l.l. Saya butuh untuk penelitian. Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami hanya mengolah dari sumber-sumber di internet saja untuk artikel ini, dari gambar Anda bisa dapatkan sumbernya, diantara adalah dari http://www.tembi.org/ atau http://www.indonesiakaya.com/ atau http://kerajinannusantara.com/.

      Demikian semoga bermanfaat.,, terima kasih.

      Hapus
  2. maaf,,, bisa minta soal publikasi soal proses pembuatan perak tidak ya utk keperluan penelitian trutama bahan-bahan dan pelarut yang digunakan. Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Besok lain waktu kami akan bahas secara lebih detail ttg hal itu Pak..

      Hapus
  3. mas saya boleh dikirimi contoh kerajinan kalung,cincin.gelang,giwang(kerabu) yang belum diisi batu perhiasan atau imitasi sejenisnya,terimakasih atas kerjasamanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silakan kalau mau nyampel cincin dll.. Akan kami bantu carikan.. Tp sprti ini mohon maaf pasti ada biayanya..

      Hapus