Rabu, 08 April 2020

Masjid Gede Mataram di Kotagede


Masjid Besar Mataram adalah salah satu bagian penting Keraton Mataram yang masih berdiri hingga saat ini. Babad Momana menyebutkan bahwa masjid ini selesai dibangun pada tahun 1589 Masehi. Bangunannya berbentuk tajug dengan atap bertumpang tiga. Dinding ruang utama masjid ini diperkirakan masih asli karena terdiri dari susunan balok-balok batu kapur tanpa semen. Kolam-kolam yang ada di sekitar serambi masjid yang dahulu dipergunakan oleh para jamaah untuk menyucikan diri sebelum memasuki masjid.


Di sebelah barat, berdiri gapura besar yang disebut Gapura Padureksa. Gapura Padureksa merupakan pintu gerbang masuk halaman masjid yang ada di sebelah timur. Hiasan Kala yang terdapat pada bagian atas gapura serta hiasan-hiasan pada tembok di sekitarnya, mengingatkan kita pada ornamen dekoratif yang banyak dijumpai pada bangunan candi kuno bergaya Hindu. "Hal itu bertujuan untuk menghormati dan bertoleransi kepada umat Hindu dan Budha yang ikut membangunnya, sehingga gapuro di buat seperti itu, selain bermaksud  sebagai siar kepada umat tersebut“, kata Bp. Burhan salah satu abdi dalem  dari kasunanan Surakarta di komplek masjid tersebut.
Gapura ini juga dilengkapi dengan tembok pembatas atau kelir yang juga terbuat dari batu bata. Dibalik kelir inilah terdapat halaman besar dimana Masjid Besar Mataram berada.


Pada kiri kanan jalan menuju gapura Gapura Padureksa, berjajar sejumlah rumah tradisional yang yang disebut Dondhongan. Ini adalah tempat tinggal keluarga Dondhong, para abdi dalem yang bertugas membersihkan halaman masjid.
Selain Gapura Padureksa di sisi timur, masih terdapat 2 buah gapura sejenis yang terdapat di sisi utara dan selatan. Gapura yang berada di sisi selatan, menghubungkan halaman Masjid dengan kompleks Makam Senopaten.


Memasuki halaman di depan serambi akan di temui beberapa pohon sawo kecik, selain tugu atau prasasti yang pucuknya ada mahkota lambang kebesaran Kasunanan Surakarta bercat hijau, dan bawahnya terdapat Jam besar.

Menurut cerita jam tersebut, sebagai salah pertanda ketika telah memasuki waktu sholat. Prasasti tersebut sebagai pertanda masjid Kotagede pernah dua kali mengalami di bangun secara bertahap.
 
Berbicara pembangunan masjid, awal dibangun pada masa Sultan Agung, namun hanya bagian yang paling inti, Kemudian juga Sultan Agunglah yang membangun tiang beserta rangkaiannya berbahan kayu Jati, dan tampak sampai sekarang. Sedang Sunan Surakarta, Paku Buwono X, membangun tahap ke dua dengan ciri yang modern di tandai bangunan yang ada besinya. 


Ciri masjid berarsitektur Mataram berbentuk  khas bangunan Jawa, dan lebih spesifik berbentuk limasan. Ketika kita masuk di dalam Masjid tersebut, tampak jelas kayu-kayu sangat kuat dan alami baik,  tiang, usuk, dan rengnya, sehingga saat para jamaah di bawah bangunan inti, akan merasakan sejuk dan hikmad.


Menariknya meskipun sebagai masjid tertua, tetapi kekokohannya sudah sangat teruji, sebab ketika di guncang gempa bumi hebat tahun 2006, masjid  tetap berdiri kokoh, dan yang rusak hanya betengnya saja.
Masjid Mataram kotagede ini menjadi bangunan masjid yang berperadapan kuno,  tetapi  bisa menyatu dengan peradapan modern, kemudian kegiatan keagamaannya mampu mencetak para dai yang mensiarkan agama Islam. 

Bangunannya telah masuk sebagai situs purbakala yang di lindungi Undang-undang RI.



4 komentar:

  1. nyuwun sewu nderek tanglet, apakah jam yang ada di halaman tersebut masih dipergunakan nopo mboten nggeh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tasih digunakan Pak.. cuman kadang aja berhenti karena apa juga kurang tau.. tenaga enggak lupa cek atau gimana.. cb kami liat lagi besok..

      Hapus