Jumat, 27 Maret 2020

Makanan Kipo Khas Kotagede

andikaawan.blogspot.com

Bu Djito sudah sejak dulu sekali berjualan makanan yang oleh banyak orang dirasakan sangat asing ini, Kipo pertama kali dijajakan oleh bu Djito di pasar lalu orang-orang sering bertanya dengan kata-kata, "Iki opo?" atau "Ini apa?" dengan maksud ingin menanyakan jenis makanan apakah yang ibu Djito bawa tersebut. Karena pertanyaan itulah lalu kemudian makanan ini dinamakan Kipo. Bagi para pelancong dari luar daerah, Anda bisa menemukan kipo di kios Bu Djito di Jalan Mondorakan Nomor 27, Kotagede, Yogyakarta. Letaknya adalah sebelah barat pasar Kotagede sekitar 500m di pinggir jalan.

Sampai sekarang pun tidak banyak orang yang mengenal Kipo sebagai makanan khas Kotagede walaupun mereka sering mampir ke Kota Jogja, makanan ini sangat khas dengan warnanya yang hijau dan coklat ditengah hasil perpaduan antara gula merah dan kelapa. 

Usaha pembuatan makanan kipo saat ini dikelola oleh anak bu Djito yang bernama Estri Rahayu. Beliau bercerita bahwa usaha yang pertama kali dikelola oleh ibunya itu sudah dimulai sejak tahun 1946. Istri Rahayu membantu usaha kipo ibunya sejak dia berumur delapan tahun.

"Saya mulai pegang sejak tahun 1990. Ibu saya meninggal tahun 1993," kata bu Estri.

Bu Djito memang sudah lama tiada, tetapi kipo olahannya masih terus lestari hingga kini. Selain kipo, kios milik bu Djito ini juga menjual aneka makanan tradisional dan jajanan lain yang juga tidak kalah enak.


Pernah pada tahun 1987, olahan makanan Kipo Bu Djito ini diikutkan dalam pameran makanan tradisional, dari situlah makanan kipo ini mulai dikenal oleh banyak orang khususnya masyarakat Jogja. Perlombaan pun pernah diikuti dengan menampilkan makanan kipo ini sebagai produk utama di Jakarta, dari sinilah kipo merambah kalangan menengah atas sebagai makanan camilan yang sangat manis.

"Berawal dari lomba, kipo mulai dikenal orang-orang menengah ke atas, sampai masuk ke hotel-hotel," tutur bu Estri.


Resep kipo berawal dari nenek Estri, tetapi kemudian dikembangkan Bu Djito dan ternyata banyak disukai orang. Sampai saat ini pun Istri tetap mempertahankan resep asli turun-temurun tersebut.


Jika Anda mampir ke kios Bu Djito, Anda bisa melihat sendiri pembuatan kipo. Tangan terampil Istri tampak biasa mengolah adonan. Adonan kulit terbuat dari tepung ketan. Warna hijau didapat secara alami, yaitu dari daun suji. Tepung ketan dicampur sari daun suji dan daun pandan. Tak mengherankan, aroma kipo begitu harum karena menggunakan daun pandan. Sementara isiannya menggunakan kelapa muda yang dicampur gula jawa.


"Adonan untuk kulit ambil sebanyak biji kelereng, lalu pipihkan, dan beri isian. Tutup seperti buat pastel mini," kata Istri.

Adonan yang sudah diberi isian kemudian dibungkus daun pisang, lalu dipanggang. Satu porsi terdiri dari lima kipo. Kipo-kipo yang telah berselimut daun pisang lalu dipanggang di atas cobek. Rasa manis bercampur harum pandan dan kenyalnya kulit dari ketan dalam satu gigit. Paduan yang apik. Dulu, Bu Djito menggunakan bahan bakar arang, tetapi kini memakai gas. Karena tidak menggunakan bahan pengawet, kipo hanya awet semalam.


"Tidak basi, tapi nanti jadi keras," ujar Istri.


Sehari kios Bu Djito bisa menjual 5-6 kilogram adonan. Jika 1 kilogram adonan bisa untuk membuat 80 porsi, sementara harga satu porsi Rp 1.100, Anda bisa menghitung sendiri omzet selama sebulan. Istri mengaku ingin lebih mengembangkan usahanya. Namun, ia kesulitan mendapatkan tenaga untuk membantunya.


"Tidak semua orang bisa mengerjakan ini karena berat harus mengerjakan satu-satu. Perlu ketelatenan," ia menjelaskan.


Setiap orang harus mengerjakan sendiri, dari membuat adonan sampai memanggang. Menurut Istri, tiap orang bisa menghasilkan 25-30 porsi per jam. Untuk bisa menikmati Kipo Bu Djito, Anda harus mampir ke kiosnya karena Anda tidak akan menemukannya di tempat lain.


"Saya nggak titip di mana-mana. Tidak ada di tempat lain," katanya.


Kios ini buka jam 05.00-17.00. Banyak orang memesan kipo dalam jumlah banyak. Ada pula hotel yang memesan untuk sebuah acara. "Kadang bisa 300-400 untuk pengantin. Ada yang pesan untuk oleh-oleh dan hajatan," ungkapnya.


Saat ini di Kotagede tak hanya kios Bu Djito yang berjualan kipo. Menurut Istri, ada tujuh keluarga yang menjalankan usaha serupa. Ia tak merasa hal tersebut sebagai ancaman atau saingan bisnis karena masing-masing usaha memiliki pelanggan.


Sumber: Kompas.com

6 komentar:

  1. sebagai orang jogja saya malu belum makan KIPO ini.

    BalasHapus
  2. Hahahaha,, silakan dicoba Mas,, :D

    BalasHapus
  3. Saya dulu sering dibawakan kipo selain makanan khas kotagede lain seperti peyek welut sama mbokde alias nenek yang tinggal di depan gedung proyodranan kotagede klo beliau mengunjungi saya dan saudara sebagai cucuny

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang udah berubah banyak yg namanya Gedung Proyodranan itu mas.. Baik banget mbokde/nenek itu. Smg dpt pahala yg banyak krn sering bawain oleh2 yaa..

      Hapus
  4. Saya dulu sering dibawakan kipo selain makanan khas kotagede lain seperti peyek welut sama mbokde alias nenek yang tinggal di depan gedung proyodranan kotagede klo beliau mengunjungi saya dan saudara sebagai cucuny

    BalasHapus